Beranda | Artikel
Memberikan Bingkisan dan Hadiah
Kamis, 22 September 2022

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Memberikan Bingkisan dan Hadiah merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Mendidik Anak Tanpa Amarah. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 23 Safar 1444 H / 20 September 2022 M.

Memberikan Bingkisan dan Hadiah

Memberikan bingkisan dan hadiah untuk menarik hati dan melembutkan jiwa anak, serta untuk mendekatkan diri kita dengan anak. Ini yang merupakan salah satu bentuk kemurahan hati.

Manusia bisa kita rebut hatinya dengan memberikan hadiah kepadanya. Nabi telah berkata di dalam hadits:

تَهَادُوا تَحَابُّوا‏

“Salinglah memberi hadiah niscaya kalian akan saling menyayangi.” (HR. Bukhari)

Kasih sayang dan cinta itu muncul dari pemberian. Memberi hadiah merupakan satu bentuk penghormatan dan pemuliaan kita kepada seseorang. Demikian juga anak-anak yang menyukai hadiah. Jiwa mereka senang diberi.

Maka orang tua hendaklah menyisihkan pendapatan mereka untuk memberikan hadiah kepada anak. Tidak harus mahal, tidak harus besar, bukan harus bernilai tinggi, tapi momen dan kesan yang ingin kita sampaikan kepada anak dari hadiah itu. Ada kadang-kadang hadiah itu tidak seberapa nilainya, tapi kesannya begitu mendalam. Sehingga dia mengenang hadiah itu, dia menyimpannya, dan dia begitu menyukainya.

Apalagi khususnya di momen dimana anak itu melakukan apa yang kita perintahkan. Maka berilah apresiasi dengan hadiah. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala mendorong hamba-hambaNya untuk berbuat baik dengan pancingan hadiah berupa pahala? Bahkan pahala yang dilipatgandakan.

Allah mendidik kita kepada kebaikan dengan hadiah berupa pahala atas ketaatan yang kita lakukan. Maka demikian pula pendekatan kita kepada anak-anak.

Di sana ada orang tua yang memang pelit/kikir/bakhil. Tidak ada budget yang dia sisihkan untuk memberikan hadiah kepada anak. Maka tentunya di sini kita harus menyiapkan apa yang bisa kita berikan untuk anak.

Di dalam hadits yang lain, riwayat Anas bin Malik disebutkan:

يا بني! تبادلوا بينكم؛ فإنه أودّ لما بينكم

“Hai anak-anakku, saling bertukar pemberianlah di antara kamu, niscaya akan mempererat kasih sayang di antara kamu.” (HR. Bukhari)

Ini bersifat umum sebenarnya, bukan hanya kepada anak. Pemberian hadiah akan memberikan pengaruh yang baik terhadap jiwa manusia, terutama kepada anak. Dan pengaruhnya terhadap jiwa anak akan jauh lebih besar. Ini merupakan pilar yang akan mengokohkan hubungan antara orang tua dan anak. Ini juga pilar yang kokoh di dalam membina perasaan anak, menggerakkan hatinya dan mengarahkan pandangannya dengan hadiah.

Teladan Nabi dalam Memberi Hadiah kepada Anak

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memberikan kepada kita contoh di dalam hal ini. Nabi suka memberi kepada anak-anak.

Abu Hurairah menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika dianugerahi buah kurma hasil panen yang pertama kali matang. Setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendoakan keberkahan pada hasil panen itu, Nabi memanggil seorang anak yang paling kecil lalu memberikan buah kurma tersebut kepadanya.

‘Aisyah juga menceritakan bahwa telah datang kiriman beberapa hadiah dari Raja Najasyi. Di antaranya ada selendang khas Habasyah. RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengambilnya dengan jari beliau dan berpaling darinya (Nabi tidak menghendaki itu). Lalu beliau memanggil seorang anak perempuan bernama Umamah binti Abul Ash dan berkata: “Pakailah ini wahai putriku.”

Begitulah Nabi suka memberikan pemberian hadiah kepada anak-anak. Ini disebut sebagai satu pendekatan positif kepada anak. Dimana ada kesan dari orang tua bahwa dia mengamati kebaikan sisi positif anak dengan memberi hadiah.

Hadiah itu menanamkan di dalam perasaan anak bahwa ia sedang diamati kebaikannya. Maka dia dapat hadiah dari kebaikan yang dilakukannya. Anak merasa kebaikannya diperhatikan. Ini adalah poin supaya dia menyukai kebaikan.

Hadiah Membuat Anak Menjadi Tidak Ikhlas?

Jangan katakan “Ustadz kalau sering-sering diberi hadiah nanti dia tidak ikhlas.” Maka jawabannya adalah bahwa ini anak-anak, bukan orang dewasa. Yang ingin kita tanamkan kepadanya adalah dia menyukai dan mencintai amal-amal kebaikan itu. Sehingga ketika dia dapat itu, dia suka kepada amal itu dan dia mau mengulanginya lagi dan lagi. Sehingga tanpa dia sadari itu menjadi kebiasaannya. Karena suatu perkara yang diulang-ulang dilakukan itu akan membuat orang itu terbiasa melakukannya. Itu yang kita inginkan sebenarnya.

Singkirkan dulu bicara tentang ikhlas karena belum waktunya. Karena tidak mungkin semua ilmu kita sampaikan kepada seseorang dalam satu majelis. Ini harus kita lihat objek pendidikan kita, yaitu anak bocah. Maka pendekatannya adalah pendekatan positif dengan memberikan hadiah supaya dia terbiasa dan suka melakukan ibadah tersebut.

Sebaliknya, kalau pendekatan negatif yaitu kalau dia melakukan kesalahan kita ancam dengan hukuman, maka kesannya adalah orang tua saya adalah memata-matai kesalahan saya. Buktinya saya selalu dihukum, yang saya dapatkan dari orang tua saya adalah hukuman. Sehingga anak seperti ini mungkin tidak berkembang, cenderung takut dan menjauh dari orang tua. Karena yang dia dapatkan dari orang tua hanyalah hukuman.

Jadi harus seimbang juga. Ada masa dimana anak boleh mendapatkan hukuman, yaitu 10 tahun keatas. Akan tetapi tentunya harus ada keseimbangan antara memberikan hukuman dan hadiah.

Dalam hal ini coba lihat Allah Subhanahu wa Ta’ala berkaitan dengan kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba, Allah beri pahala minimal sepuluh (bukan satu). Tapi untuk satu kesalahan dosa Allah hanya mencatat satu. Jadi perbandingannya satu banding sepuluh (bisa dilipatgandakan menjadi 700 kali lipat). Artinya kalau kita terjemahkan di dalam kehidupan nyata, sepuluh kali kita berikan hadiah, berbanding dengan satu kali kita kasih hukuman.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajiannya.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/52160-memberikan-bingkisan-dan-hadiah/